Beberapa waktu terakhir, pemerintah melakukan berbagai program pengawasan dan pengujian pangan di berbagai daerah untuk mengidentifikasi kandungan zat berbahaya yang berpotensi menyebabkan kasus MBG (Monitoring Bahan Galian atau sering disebut Mass Balance Gap) — yaitu temuan ketidaksesuaian atau pelanggaran dalam produk makanan yang dapat menimbulkan risiko keracunan.
Zat yang paling sering ditemukan dalam program pengawasan tersebut meliputi rhodamin B, metanil yellow, formalin, boraks, peroksida, iodina, dan nitrit. Semua bahan tersebut merupakan zat kimia non-pangan yang seharusnya tidak digunakan dalam produk makanan, namun masih disalahgunakan karena alasan tampilan atau daya simpan.
1. Jenis Bahan Kimia Berbahaya dan Dampaknya terhadap Kesehatan
- Rhodamin B dan Metanil Yellow adalah pewarna sintetis untuk tekstil dan kertas. Keduanya sering ditemukan pada jajanan berwarna mencolok seperti kerupuk, cendol, atau sirup. Konsumsi jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, bahkan bersifat karsinogenik.
- Formalin digunakan secara ilegal untuk mengawetkan tahu, mie, atau ikan asin agar tahan lama. Zat ini sangat beracun dan dapat menimbulkan kerusakan saluran cerna serta risiko kematian akut jika tertelan dalam dosis tinggi.
- Boraks memberikan efek kenyal pada makanan seperti bakso atau lontong, namun berpotensi menyebabkan gangguan saraf, gagal ginjal, dan kerusakan hati.
- Peroksida (H₂O₂) digunakan untuk memutihkan atau mencerahkan bahan makanan, tetapi bersifat iritan dan dapat menimbulkan stres oksidatif dalam tubuh.
- Iodina (Yodium) yang berlebih dalam makanan dapat mengganggu fungsi tiroid dan keseimbangan elektrolit tubuh.
- Nitrit, meskipun diizinkan dalam batas tertentu pada daging olahan, bila berlebih dapat membentuk senyawa nitrosamin yang berbahaya bagi hati dan ginjal, serta menyebabkan keracunan akut.
2. Keterkaitan dengan Kasus MBG di Indonesia
Dalam program pengawasan keamanan pangan yang dilakukan pemerintah, kasus MBG seringkali menjadi indikator adanya pelanggaran atau kontaminasi bahan berbahaya dalam rantai distribusi makanan.
Hasil pengujian lapangan menemukan bahwa beberapa produk mengandung zat kimia non-pangan seperti rhodamin B, formalin, dan boraks — yang kemudian memicu kasus keracunan massal di masyarakat.
Kondisi ini menunjukkan masih lemahnya kontrol pada tingkat produsen dan pedagang, serta perlunya pengawasan ketat terhadap bahan baku dan distribusi pangan.
Selain itu, kasus MBG juga menggambarkan celah dalam keseimbangan sistem keamanan pangan nasional, di mana pengawasan bahan kimia belum sepenuhnya terintegrasi antara pusat dan daerah.
Oleh karena itu, uji cepat bahan berbahaya dalam makanan menjadi salah satu alat penting untuk mendeteksi dini keberadaan zat-zat berbahaya sebelum sampai ke tangan konsumen.
3. Pentingnya Uji Cepat Keamanan Pangan
Pemerintah telah mendorong penggunaan test kit bahan berbahaya di berbagai daerah untuk mendukung program pengawasan pangan. Test kit ini mampu mendeteksi keberadaan bahan seperti formalin, boraks, rhodamin B, metanil yellow, nitrit, dan peroksida secara cepat dan akurat.
Penggunaan alat uji ini penting bagi:
- Dinas Kesehatan dan BPOM daerah, dalam pelaksanaan pengawasan pangan rutin.
- Pelaku usaha pangan, sebagai upaya kontrol mutu produk yang dihasilkan.
- Sekolah, koperasi, dan lembaga konsumsi publik, untuk memastikan makanan yang dikonsumsi aman.
Dengan penerapan uji cepat ini, diharapkan kasus MBG dan kejadian keracunan akibat bahan kimia dalam makanan dapat ditekan secara signifikan.
Kasus MBG di Indonesia menjadi cerminan bahwa ancaman bahan kimia berbahaya dalam makanan masih nyata. Penggunaan zat seperti rhodamin B, metanil yellow, formalin, boraks, peroksida, iodina, dan nitrit bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan kesehatan masyarakat.
Melalui program pengawasan pangan terpadu dan penerapan test kit cepat, pemerintah bersama masyarakat diharapkan dapat mewujudkan rantai pangan yang aman, sehat, dan bebas bahan kimia berbahaya. Langkah pencegahan melalui edukasi, pengujian, dan penegakan hukum harus terus diperkuat agar tidak ada lagi kasus keracunan atau MBG akibat makanan yang tidak memenuhi standar keamanan.
Daftar Pustaka
- Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM). (2022). Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan yang Dilarang Digunakan dalam Pangan.
- BPOM RI. (2023). Hasil Pengawasan Pangan Jajanan Berbuka Puasa Ramadhan: Deteksi Bahan Kimia Berbahaya.
- Kementerian Kesehatan RI. (2024). Laporan Kasus MBG dan Program Pengawasan Keamanan Pangan Nasional.
- WHO. (2023). Food Safety: Chemical Hazards and Risk Prevention.
- FAO/WHO Codex Alimentarius. (2022). General Standard for Contaminants and Toxins in Food and Feed.