image article
14-January-2021
GINJAL, SAYANGI ATAU MENINGGAL DINI

Kenali ginjal Anda dan faktor resiko yang meningkatkan potensi kerusakan dan kegagalan fungsi ginjal yang dapat terjadi pada setiap orang

Sering kita mendengar rekan atau keluarga sedang dalam program cuci darah. Tentu terbayang biaya dan repotnya si pasien atau keluarga karena keadaan tersebut, dimana seminggu diwajibkan 2 – 3 kali mengunjungi unit hemodialisa, selama berjam-jam untuk “cuci darah”. Tindakan “cuci darah” atau hemodialisis disebabkan oleh Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Resiko paling ditakutkan bagi seseorang yang didiagnosa Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah tentu kematian, jika tidak dilakukan tindakan rutin dan segera. Bahkan di beberapa jurnal terbaru, virus SARS-CoV-2 sebagai penyebab penyakit Covid-19 saat ini melanda dunia, tetapi juga menyerang organ ginjal yang berpengaruh terhadap turunnya fungsi filtrasi ginjal, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal secara terminal.

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) dapat disebabkan oleh:

  1. Diabetes mellitus
  2. Hipertensi
  3.  Glomerulonefritis kronis
  4.  Nefritis interstitial kronis
  5.  Penyakit ginjal polikistik
  6.  Obstruksi - infeksi saluran kemih
  7. Obesitas
  8. Tidak diketahui

Kita kenal beberapa gangguan pada ginjal, yakni dapat berupa Penyakit Ginjal Kronis (PGK) atau dahulu disebut Gagal Ginjal Kronis (GGK), Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury). Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam beberapa bulan atau tahun. Penyakit Ginjal Kronis (PGK) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang dari 60mL/min/1,73m selama minimal 3 bulan (Kidney Disease Improving Global Outcomes, KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management). Kerusakan ginjal adalah setiap kelainan patologis atau penanda keruasakan ginjal, termasuk kelainan darah, urin atau studi pencitraan.

Kita mengetahui bahwa ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium, potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang membantu dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap kuat.

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalens dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi Penyakit Ginjal Kronis (PGK) meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes mellitus dan juga hipertensi yang tidak terkontrol. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami Penyakit Ginjal Kronis (PGK) pada stadium tertentu. Hasil systematic review dan meta analysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan prevalensi global Penyakit Ginjal Kronis (PGK) sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung. 

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah dan ditanggulangi dan kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika diketahui lebih awal. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya ginjal untuk kesehatan secara menyeluruh dan menurunkan frekuensi dan dampak penyakit ginjal dan problem kesehatan terkait, peringatan World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia setiap hari Kamis pada minggu kedua di bulan Maret. Peringatan ini dimulai sejak tahun 2006 dan tahun ini Hari Ginjal Sedunia jatuh pada tanggal 9 Maret 2017 dengan tema “Penyakit Ginjal dan Obesitas, Gaya Hidup Sehat untuk Ginjal yang Sehat (Kidney disease and obesity, healthy lifestyle for healthy kidneys)”. 

Data mengenai penyakit ginjal didapatkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Indonesian Renal Registry (IRR), bahwa di Indonesia, populasi umur ≥ 15 tahun yang terdiagnosa gagal ginjal kronis sebesar 0,2%. Angka ini lebih rendah dibandingkan prevalensi PGK di negara-negara lain, juga hasil penelitian Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2006, yang mendapatkan prevalensi PGK sebesar 12,5%. Hal ini karena Riskesdas 2013 hanya menangkap data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi lebih tinggi terjadi pada masyarakat pedesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%), pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0,3%), dan kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4 %. Secara global, penyebab PGK terbesar adalah diabetes mellitus. Di Indonesia, sampai dengan tahun 2000, penyebab terbanyak adalah glomerulonefritis, namun beberapa tahun terakhir menjadi hipertensi. Namun belum dapat dipastikan apakah memang hipertensi merupakan penyebab PGK atau hipertensi akibat penyakit ginjal tahap akhir, karena data IRR didapatkan dari pasien hemodialisis yang sebagian merupakan pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir. Oleh karena itu, deteksi dini kerusakan ginjal menjadi langkah awal pemeriksaan yang sangat penting dilakukan berkala untuk dapat melakukan terapi atau tindakan-tindakan menghindari kegagalan fungsi ginjal yang lebih fatal dan permanen. 

Bagaimana caranya deteksi dini tersebut? 

Referensi : 

  1. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2017. 
  2. Pedoman Pelayanan Hemodialisis di Sarana Pelayanan Kesehatan. Dirjen Pelayanan Medik Spesialistik Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI. 2008.
  3. KDIGO Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. 2013. 
  4. www.kidney.org
Tag
Rasio Albumin Kreatinin (ACR)
Bagikan
Artikel Terkait